LIPUTANINSPIRASI, Lumajang – Candi bukan sekadar peninggalan arkeologi yang berdiri dalam diam. Ia adalah bukti nyata peradaban Nusantara yang pernah berjaya, sekaligus pengingat bahwa bangsa ini memiliki akar sejarah yang dalam. Di Lumajang, keberadaan candi menjadi warisan budaya yang tidak ternilai dan harus dijaga sebagai penopang identitas bangsa sekaligus sarana pendidikan generasi muda.
Saat ini, baru dua candi yang secara rutin mendapat alokasi anggaran perawatan, yakni Candi Agung di Kecamatan Randuagung dan Candi Gedong Putri di Dusun Selorejo, Desa Kloposawit, Kecamatan Candipuro. Perawatan keduanya menjadi tanggung jawab Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) XI.
Tenaga Teknis Arkeologi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Lumajang, Aries Purwanty, menegaskan bahwa anggaran tersebut tidak sekadar untuk pembersihan rutin. Lebih jauh, dana itu digunakan untuk memastikan kondisi fisik bangunan tetap kokoh, mencegah kerusakan, dan menjaga agar nilai historisnya tetap dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
“Untuk anggarannya tetap berjalan sampai sekarang, baru dua candi itu yang dapat biaya perawatan dari BPKW XI,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).
Dengan perawatan berkesinambungan, Candi Agung dan Candi Gedong Putri kini tampak lebih rapi, bersih, dan kokoh. Keindahan arsitektur klasiknya bisa dinikmati masyarakat, sekaligus mengingatkan bahwa Lumajang menyimpan kekayaan budaya yang tak kalah penting dengan daerah lain.
Namun, perhatian terhadap warisan sejarah di Lumajang tidak boleh berhenti pada dua candi tersebut. Masih ada situs bersejarah lain, seperti Situs Biting, yang juga memerlukan dukungan penuh. Situs ini mendapatkan alokasi tersendiri dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena statusnya sebagai salah satu cagar budaya strategis di Jawa Timur.
“Untuk cagar budaya lainnya seperti Situs Biting itu ada anggaran tersendiri dari provinsi, karena termasuk salah satu dalam cagar budaya yang dikelola langsung oleh pihak tersebut,” jelas Aries.
Pelestarian cagar budaya bukan hanya soal menjaga fisik bangunan, tetapi juga membangun kesadaran kolektif masyarakat. Keberadaan candi dan situs sejarah dapat menjadi ruang belajar terbuka bagi anak-anak, pemuda, hingga peneliti, tentang nilai ketekunan, kearifan, dan seni arsitektur leluhur.
Lebih dari itu, candi juga berpotensi menjadi destinasi wisata sejarah yang bernilai ekonomi. Apabila dikelola dengan baik, peninggalan leluhur ini bisa menghadirkan manfaat ganda: menjaga warisan, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui sektor pariwisata berbasis budaya.
Kesadaran masyarakat menjadi kunci keberhasilan pelestarian. Dukungan publik dari menjaga kebersihan lingkungan sekitar hingga tidak merusak bangunan bersejarah sangat penting agar candi tetap kokoh dan bernilai. Pemerintah daerah, lembaga kebudayaan, dan komunitas lokal perlu berjalan beriringan untuk memastikan warisan ini tidak hanya menjadi cerita masa lalu, melainkan juga inspirasi masa depan.
Dengan semangat pelestarian, Lumajang dapat menjadikan candi-candi peninggalan sejarah sebagai pusat pembelajaran, ruang refleksi, sekaligus penguat nasionalisme. Merawat candi berarti menjaga jati diri bangsa, agar peradaban luhur tidak hilang ditelan zaman, melainkan terus hadir untuk mencerahkan generasi mendatang. (MC Kab. Lumajang/An-m/Kominfo)