Oleh : Drs. H. Abdul Mukhlis, M.M.
Peran Wanita sebagai istri dan sebagai ibu bagi anak-anaknya mengalami perubahan yang sangat signifikan. Dulu seorang ibu lebih mementingkan untuk mendidik anaknya sendiri di rumah, namun sekarang lebih mengutamakan untuk beraktivitas di luar untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sedangkan Pendidikan anaknya diserahkan kepada asisten rumah tangga, atau kalau tidak mampu menggaji pembantu rumah tangga anaknya dititipkan kepada neneknya.
Di era globalisasi dan di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta maraknya penggunaan gadget dan medsos bagi anak balita saat ini, ada beberapa pergeseran fungsi pendidikan dan sosial di tengah masyarakat, yang pada akhirnya mengakibatkan perubahan perilaku sosial dan karakter manusia.
Kita flashback sejenak untuk mendapatkan inspirasi dari kisah Khalifah Umar bin Khaththab yang dikenal tegas dalam memimpin. Dikisahkan dalam kitab “Uqudul Lujjain: Fi Bayani Huquqiz Zawjain” karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani. Salah seorang sahabat ingin menemui Sayyidina Umar bin Khaththab untuk mengadukan kondisi keberadaan di rumah tangganya. Sahabat tersebut tidak mampu menghadapi cerewetnya sang istri, Sahabat tersebut bergegas menuju kediaman Khalifah agar bisa mendapatkan solusi.
Namun sahabat yang akan mengadukan masalah tersebut mengurungkan niatnya dan segera kembali pulang. Hal itu diketahui oleh sang Khalifah, kemudian memanggil sahabat tersebut, “Ada keperluan apa kisanak datang kemari?” Sahabat tersebut menjawab,”Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya aku datang untuk mengadukan perilaku dan sikap istriku terhadap hamba, tapi aku mendengar hal yang sama pada istri Khalifah.”
Sayyidina Umar bin Khaththab RA tersenyum mendengar cerita sang tamu tersebut, kemudian memberikan penjelasan kenapa diam dan membiarkan sang istri berceloteh sesuka hatinya (lantaran marah).
Ada beberapa alasan mengapa Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khaththab RA yang dikenal tegas dalam bersikap, tetapi memilih diam saat menghadapi sang istri yang sedang dalam kondisi marah. Setidaknya ada 5 alasan mengapa Sayyidina Umar bin Khaththab RA memilih diam. Seperti yang dituliskan oleh ulama besar dari Banten di dalam kitabnya tersebut di atas.
Salah satu alasannya adalah karena istri sebagai “madrasatul ula” atau sekolah pertama dan utama bagi anak-anak. Karena kesabaran dan ketelatenannya pada waktu hamil hingga melahirkan, berkenan membacakan shalawat, kalimat thayyibah, bahkan membacakan ayat-ayat al-Qur’an kepada anak anak. Dapat dipastikan istrilah yang memberikan pelajaran agama pertama sebelum para guru atau ustadz mengajarkan ilmunya kepada anak-anak. Bekal berbicara dengan bahasa lingkungan sekitar juga diajarkan oleh istri kepada anak-anak, dan dialah (istri) ustadzah terbaik sebelum anak-anak mengenal sekolah atau madrasah.
Saat ini peran dan fungsi istri (ibu bagi anak-anak) sebagai “madrasatul ula” sekaligus sebagai ustadzah/guru yang pertama dan utama telah bergeser seiring dengan perkembangan dan tuntutan jaman edudukan istri (ibu bagi anak-anak) sebagai “madrasatul ula” sekarang banyak diperankan oleh ART/PRT (Asisten Rumah Tangga / Pembantu Rumah Tangga). Sehingga pada saat anak dalam posisi usia yang disebut “golden age” atau usia emas anak-anak banyak kehilangan momen penting antara lain; kasih sayang yang tulus dari seorang ibu, ustadzah terbaik yang mengajar dengan hati, asupan gizi terbaik dari ASI, dan cengkerama keluarga yang penuh kehangatan.
Akibat dari bergesernya peran dan fungsi istri (ibu bagi anak-anak) sebagai “madrasatul ula” maka lahirlah generasi salah asuhan yang cenderung berani atau durhaka kepada kedua orang tua, berbuat keji, bertindak dan berperilaku semau gue, dan menjadi sampah masyarakat.
Melalui peringatan Hari Ibu tanggal 22 Desember 2024 ini kami mengajak kepada semua pembaca terutama ibu-ibu muda untuk merenung dan berpikir agar bisa dan mampu memerankan dirinya sebagai ustadzah terbaik bagi putra putrinya agar menjadi generasi terbaik yang mampu mengimplementasikan ajaran-ajaran Rasulullah SAW dalam mewujudkan insan-insan beriman dan berakhlakul karimah serta bermanfaat bagi sesama manusia serta lingkungannya.
Semoga tulisan ini dapat membangkitkan kesadaran agar kita bisa menjaga keluarga dan anak keturunan kita untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi penerus kita, dengan menempatkan “madrasatul ula” pada posisi yang sebenarnya. Semoga keluarga kita akan senantiasa dilindungi Allah SWT dan menjadi qurrota a’yun sebagaimana harapan yang termaktub dalam QS Al Furqan: ayat 74, yang artinya;“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa”.*
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Sidoarjo