LIPUTANINSPIRASI, Lumajang – Suasana pagi di Desa Gucialit, Kabupaten Lumajang, terasa berbeda pada Selasa (28/5/2025). Aroma tanah basah menyatu dengan wangi khas durian yang menggoda indera. Di antara rimbunnya pohon-pohon durian, ratusan petani berkumpul, bukan hanya untuk merayakan panen, tetapi menandai sebuah sejarah baru, yakni pengakuan nasional terhadap Durian Kembang Lumajang.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia secara resmi menetapkan durian lokal ini sebagai varietas unggul nasional melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 516/Kpts/PV.240/D/VII/2024. Sebuah tonggak penting yang mengangkat pamor Lumajang dari balik lereng Semeru ke pentas agrikultur nasional.
Acara Rembuk Tani dan Penanaman Bibit Durian Kembang menjadi titik temu antara petani, pemerintah, dan harapan-harapan baru. Di hadapan para petani yang setia menjaga warisan alam ini, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Lumajang, Ibu Hari Susiati, menegaskan bahwa kerja keras dan inovasi tak pernah mengkhianati hasil.
“Durian Kembang ini bukan sekadar buah, tetapi simbol dari ketekunan petani lokal dan warisan kekayaan hayati Lumajang,” ucapnya penuh bangga.
Ciri khas Durian Kembang Lumajang begitu menonjol. Tak hanya dari nama yang menyiratkan keindahan, tetapi juga dari tampilan fisik buahnya. Di poros buah, bunga kecil tumbuh alami, menjadikannya satu-satunya durian dengan “hiasan alam” seperti itu.
Tekstur dagingnya lembut, pulen, dan kering. Tidak lengket di tangan, rasa legitnya menciptakan harmoni antara manis dan pahit yang membuat siapa pun jatuh cinta sejak gigitan pertama. Kandungan vitamin C yang tinggi serta kadar lemak rendah menjadi nilai tambah yang dicari konsumen masa kini.
Retno Wulan Andari, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Lumajang, menyebut keunggulan ini sebagai peluang emas. Bukan hanya untuk pasar lokal, tapi juga regional dan internasional.
“Produktivitasnya luar biasa. Satu pohon bisa menghasilkan hampir 350 kilogram buah per musim. Bayangkan potensi ekonominya jika dikembangkan secara masif,” ujarnya optimistis.
Dengan harga jual yang bisa menembus Rp100.000 per kilogram, Durian Kembang bukan hanya simbol budaya, tapi juga tambang emas baru bagi petani Lumajang. Pemerintah daerah pun siap mendampingi melalui pelatihan, bibit unggul, dan jejaring pemasaran.
Rembuk Tani bukan hanya seremoni. Di sana, ide-ide lahir. Dari pengembangan agrowisata berbasis durian, hingga sistem digitalisasi untuk distribusi pasar. Inovasi menjadi kunci agar Durian Kembang tidak hanya dikenal, tetapi juga berkelanjutan.
Para petani seperti Pak Juri, yang telah menanam durian selama dua dekade, menyebut hari itu sebagai “lebaran petani”. Baginya, pengakuan nasional membawa rasa percaya diri bahwa hasil bumi desa tak kalah dari daerah manapun.
“Dulu durian kami hanya untuk konsumsi lokal. Sekarang, banyak pengepul dari luar daerah datang ke sini. Kami merasa bangga dan lebih semangat bertani,” katanya sambil tersenyum.
Kesuksesan Durian Kembang Lumajang juga mencerminkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Bukan hanya top-down, tapi lahir dari bawah dari tanah, tangan, dan tekad.
Pemerintah Kabupaten Lumajang menargetkan bahwa dalam lima tahun ke depan, Durian Kembang akan menjadi ikon ekspor hortikultura. Tak hanya mengangkat perekonomian desa, tapi juga membawa nama Indonesia di pasar buah dunia.
Melalui strategi branding berbasis varietas lokal, Lumajang sedang menulis ulang narasi pertanian: dari yang dulu terpinggirkan menjadi kebanggaan nasional. Sebuah pendekatan yang tak hanya menjual hasil bumi, tapi juga cerita, budaya, dan identitas.
Bagi Lumajang, Durian Kembang bukan sekadar buah. Ia adalah wujud dari kerja keras yang berbuah manis. Sebuah persembahan dari bumi untuk negeri. (MC Kab. Lumajang/RAA/An-m/Kominfo)