LIPUTANINSPIRASI, Sidoarjo — Dua perupa, Desemba Sagita Titaheluw dan Sentot Usdek, bakal menuangkan konsep Adi Karya seninya dalam pameran bersama bertajuk Dua Perspektif, digelar mulai 2-9 Juni 2024 nanti.
Prosesi pembukaan pameran akan dibuka oleh H. Dr Soekarwo SH MHum, anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, didampingi Plt Bupati Sidoarjo H Subandi SH, M.Kn pada Minggu (2/6/2024) pukul 15.00 di Dekesda Art Center, Jl Erlangga 69, Sidoarjo.
Momentum itu tak sekadar pameran seni rupa. Namun juga diwarnai acara pertunjukkan seni dan diskusi kebangsaan, dengan semangat merayakan Bulan Bung Karno. Karena di bulan Juni tercatat peristiwa penting untuk kelahiran Bung Karno di Surabaya 6 Juni 1901, saat berpulangnya di Jakarta pada 21 Juni 1970, hingga lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno.
“Dekesda berkeinginan merayakan Bulan Bung Karno dengan bobot materi kebangsaan dalam bentuk seni dan diskusi. Kami berterima kasih atas dukungan semua pihak atas terwujudnya agenda kegiatan ini,” kata Ketua Umum Dekesda, Ribut Wiyoto S.S bersemangat.
Ribut menilai karya dua perupa berbeda gaya dan berbeda latar belakang akademis ini melahirkan ruang tafsir sendiri bagi penikmat seni dalam memerkaya wawasannya. “Silakan menafsir secara bebas dualisme karya dua perupa itu,” lanjut Ribut sambil menegaskan pameran terselenggara secara elaborasi dengan Pengurus Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan DPC GMNI Sidoarjo.
Adi karya seni yang dipamerkan menyuguhkan gaya kontemporer lukisan Desemba Sagita Titaheluw yang bermateri simbul-simbul bilangan matematika. “Ini membuka cakrawala baru dalam memperluas perspektif ruang publik seni,” nilai Anom Surahno SH MSi, Assessor SDM Aparatur Ahli Utama Pemprov Jatim, yang faham latar belakang Desemba Sagita sebagai perupa alumni 1981 Fakultas Matematika ITS.
Sedangkan ekspresi gaya realis karya Sentot Usdek, dinilai Anom sebagai karya yang lebih menekankan pada aspek humanis sisi kehidupan manusia bermasyarakat. “Perupa Sentot sarat dengan pemikirannya di bidang hukum, yang diekspresikan secara menyentuh dalam goresan kuasnya di atas kanvas,” kata Anom yang berkarib dengan Sentot sejak 1982 saat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Unair hingga lulus 1987.
Memahami karya lukis Desemba dan Sentot ini dibutuhkan konsep penyatuan dualisme, sebagaimana pendapat Hari Prayitno MSn, kurator yang juga dosen di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta, Surabaya.
“Dualitas di dalam seni bisa terlihat dalam karya yang menampilkan kontras, antara terang dan gelap, statis dan dinamis, atau harmoni dan konflik. Karena itu, pameran seni rupa Dua Perspektif ini adalah momen besar untuk menangkap dan menghayati Yin dan Yang sebagaimana ajaran Taoisme,” papar Hari Prayitno, kurator yang mendalami Ilmu Filsafat Seni lulus tahun 1994 dari program magister seni Institut Seni Indonesia (ISI) Jogyakarta.
Hari Prayitno menegaskan bahwa konsep lukisan Desemba menyodorkan nilai mutlak (dalam teori ilmu matematika dilambangkan Phi) yang selalu bernilai positif (berlambang tanda +). Sedangkan konsep karya Sentot dinilainya sebagai tanggung jawab kemanusiaan Sentot Usdek melalui media seni yang mendalami bidang hukum dengan fokus pada analisis dan pemahaman hukum, serta penerapannya dalam kehidupan masyarakat.(hum/mad/Aba)