LIPUTANINSPIRASI, Sidoarjo — Situs Sendang Agung di Desa Urang Agung, namun hingga kini namanya belum Agung. Itulah kira-kira hasil ‘obrolan gayeng’ mencari kejelasan Situs Sendang Agung yang ditemukan sejak Nopember 2015, terletak di Desa Urang Agung, Sidoarjo. Agar namanya segera ‘Agung’ maksudnya secara resmi ditetapkan oleh pemerintah menjadi Cagar Budaya.
‘Obrolang gayeng’ yang mengambil tema ‘Sarasehan Budaya tentang Macapat dan Situs/Cagar Budaya’ digagas oleh FPK (Forum Pamong Kebudayaan) Sidoarjo, pada Senin (6/11/2023) sore itu, menghadirkan para tokoh-tokoh budayawan Sidoarjo dan Surabaya. Diantaranya adalah Widodo Basuki Pemimpim Majalah Jaya Baya. Ketua Komunitas Budaya Brang Wetan, Henry Nurcahyo, perwakilan dari Dinas Kebudayaan Sidoarjo, Joko Prasetyono, juga dihadiri Kepala Desa Urang Agung.
Obrolannya memang sangat gayeng, mereka silih berganti melantunkan tetembangan/mocopat, berisi tentang petuah, pitutur luhur tentang kehidupan, dengan suguhan makanan tradisional Jawa alias Jajan Pasar sambil nyruput kopi. Terlihat sangat adhem ayem, guyup rukun ditambah angin semilir yang ada di lingkungan Sendang Agung tersebut.
Namun sayang, diskusinya tidak membuahkan hasil yang jelas. Pasalnya, pihak Kepala Desa Urang Agung, Anwar mengaku sudah berusaha, sudah berkeliling hingga sampa dewan perwakilang rakyat untuk mencari solusi agar Sendang Agung bisa ditetapkan menjadi Cagar Budaya, sehingga segera bisa mengangkat perekonomian lingkungannya, termasuk desanya.
Anehnya lagi, ternyata berkas-berkasnya juga belum terseleaikan di Bidang Kebudayaan Sidoarjo. Makanya proses permohonannya dilakukan lagi. Sehingga perlu penelitian dan pengkajian yang lebih dalam, yang diajukan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. “Ya nanti yang menentukan layak jadi Cagar Budaya atau tidak adalah BPCB tersebut,” ungkap Joko Prasetyono selaku pengolah data.
Henry Nurcahyo juga menyayangkan, Sendang Agung yang belum mendapatkan legitimasi dari BPCB ternyata kondisinya sudah banyak berubah. Sendangnya sudah dibangun dan lain-lain. Sehingga pihak BPCB nantinya akan kesulitan untuk melakukan penelitian dan pengkajian kesejarahan Situs Sendang Agung tersebut.
Joko Prasetyono menambahkan, Pemkab Sidoarjo mengepras habis anggaran daerah di APBD 2023 ini yang sedianya dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan bernilai budaya kuno. Termasuk untuk biaya penelitian dan penandaan cagar budaya dan Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang ada di kota delta.
“Bahkan dana yang kami ajukan guna pembuatan papan nama untuk 11 obyek cagar budaya yang sudah ditetapkan Pemkab Sidoarjo sebesar Rp 100 juta saja juga tidak disetujui sama sekali,” jelasnya.
Akibatnya, program pembuatan dan pemasangan papan nama di Candi Pamotan, Candi Dermo, Candi Tawang Alun, Makam Sono, bekas Pabrik Gula Tulangan dan cagar budaya lainnya yang diusulkan sejak 2022 tersebut terbengkelai hingga saat ini.
Pengeprasan anggaran serupa juga dilakukan pada alokasi dana yang diajukan Bidang Kebudayaan Dinas Dikbud Sidoarjo, guna membiayai proyek penelitian ilmiah terhadap ODBC, yang banyak ditemukan di wilayah kota delta akhir-akhir ini.
“Di tahun anggaran 2022 lalu kami masih punya anggaran sebesar Rp 30 juta untuk TACB (Tim Ahli Cagar Budaya-red) untuk melakukan penelitian itu. Tapi tahun ini tidak ada sama sekali,” tambah Joko usai mengikuti acara obrolan gayeng.
Kendala itulah yang membuat upaya pelestarian bangunan-bangunan kuno yang diduga cagar budaya di Sioarjo jadi mandeg. “Termasuk untuk penelitian kesejarahan Situs Sendang Agung ini yang sebenarnya sudah diajukan sejak 2021 lalu,” pungkasnya.(mad/Aba)