LIPUTANINSPIRASI,Jakarta – Kementerian Agama mendukung keanggotaan Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF). Dukungan ini disampaikan Kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat, Kementerian Agama, Ahmad Syauqi, usai mewakili Ditjen Bimas Islam Kemenag dalam rapat EU AML/CFT Scoping Note Mission di Kantor PPATK.
Rapat yang berlangsung pada 16 November 2023 ini bertujuan mendukung Rekomendasi 8 FATF terkait NPO (Non-Profit Organisation). Rapat dihadiri perwakilan dari EU Global Facility on Anti-Money Laundering and Terrorist Financing, Key Expert on Judiciary and the Civil Society, Project Coordinator, serta unsur Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kementerian Luar Negeri, Otoritas Jasa Keuangan, PPATK, dan Bank Indonesia.
FATF adalah organisasi internasional yang berfokus pada upaya global pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Rekomendasi 8 FATF menekankan negara-negara anggota harus meninjau kembali kecukupan kebijakan mengenai organisasi non-profit untuk dapat mencegah penyalahgunaan pendanaan terorisme.
Menurut Ahmad Syauqi, Rekomendasi 8 FATF menjadi instrumen penting untuk memperkuat pengawasan terhadap Non-Profit Organisation (NPO) atau organisasi nirlaba, termasuk lembaga keagamaan seperti Lembaga Amil Zakat (LAZ). Tujuannya adalah mencegah potensi penyalahgunaan dana untuk kegiatan terorisme, sambil menjaga pertumbuhan filantropi Islam yang semakin pesat di Indonesia.
“Keanggotaan Indonesia di FATF sangat penting untuk memastikan bahwa organisasi nirlaba, khususnya yang berbasis keagamaan seperti LAZ, tidak disalahgunakan oleh kelompok teroris. Pertumbuhan cepat organisasi nirlaba keagamaan di Indonesia, terutama di sektor zakat dan wakaf, memerlukan pengawasan yang ketat,” ucap Ahmad Syauqi di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Syauqi menekankan Rekomendasi 8 FATF dapat memperkuat pengawasan terhadap dana zakat yang memiliki potensi besar di Indonesia. Melalui rekomendasi ini, dana tersebut dijamin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
“Indonesia memiliki potensi zakat yang signifikan, begitu pula dengan potensi infak, sedekah, wakaf, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pemerintah, khususnya Kementerian Agama, bertanggung jawab terhadap pembangunan di sektor keagamaan,” ungkapnya.
Ahmad Syauqi mendorong NPO, terutama LAZ yang terlibat dalam pengumpulan dana zakat dan wakaf di Indonesia, untuk mendukung Rekomendasi 8 FATF. Baginya, penting agar pengelolaan dana zakat oleh LAZ tidak hanya tunduk pada regulasi di Indonesia tetapi juga mematuhi standar internasional seperti yang dijelaskan dalam rekomendasi tersebut.
“Agar pengumpulan dan pendistribusian zakat lebih transparan dan akuntabel, regulasi di Indonesia tidak cukup, tapi juga harus mendapatkan dukungan dari standar internasional seperti Rekomendasi 8 FATF ini,” tandasnya. (Ba/M/ Moh Khoeron)