Oleh: Prof. Gempur Santoso*
Masa tunggu haji reguler di Indonesia dari tiap provinsi maupun kabupaten dan kotanya sudah diestimasi oleh pemerintah. Hasil estimasi tersebut menunjukkan waktu tunggunya berada di antara 11-47 tahun.(detikHikmah, Jumat, 14 Jul 2023 17:00 WIB)
Di atas merupakan salah satu berita bahwa dari mulai daftar sampai diberangkatkan haji menunggu lama sekali. Minimal nunggu 11 tahun, maksimal nunggu 47 tahun. Itu info saat ini tahun 2023.
Info tahun depan pasti beda. Cenderung waktu tunggu akan semakin lama. Itulah efek dari sistem yg dipakai. Beda dengan sistem yg dipakai dahulu yakni apabila kuota haji tahun depan sudah habis, maka pendaftaran ditutup.
Sistem saat ini, bebas, kapan saja boleh daftar. Daftar kapan saja ditampung. Tak memperhatikan efek, termasuk efek lama tunggu.
Bebas daftar, akan dapat porsi bisa berangkat asalkan sudah bayar sekitar 25 juta rupiah. Semakin babas yg boleh daftar, semakin banyak jumlah uang terkumpul di bank. Itulah sistem saat ini, bisa disebut sistem kapitalisasi.
Memang sistem kapitalisasi memiliki tujuan mendapat (mengumpulkan) uang mudah untuk modal. Tak memperhatikan dampak. Jelas dampak berangkat haji dengan sistem kapitalisasi adalah waktu tunggu semakin lama.
Bukti, kini lebih kurang sudah 10 tahun sistem kapitalisasi dijalankan daftar berangkat haji, bebas. Dampaknya antri berangkat haji antara 11 tahun – 47 tahun.
Kalau diteruskan sistem kapitalisasi ini, dugaan antrian berangkat haji bisa seumur hidup.
Kini, maka, tampaknya para kapitalis mencegahnya. Sistem kapitalisasi tidak dihentikan, tetapi terus berjalan.
Pencegahannya bagaimana? Yakni agar banyak orang batal berangkat haji. Tanpa instruksi resmi. Dugaan, caranya biaya berangkat haji dinaikan. Sehingga biaya pelunasan naik lebih besar daripada biaya porsi daftar.
Sangat mungkin, peningkatan dan tambahan layanan dan fasilitas berhaji hanyalah reasening pembenaran semata untuk menaikkan biaya berangkat haji. Namun intinya kenaikan biaya berangkat haji hampir dua kali lipat, diduga kuat agar banyak yang batal berangkat haji. Sebab antrian numpuk.
Semakin naik biaya berhaji semakin banyak yg mewurungkan (membatalkan) berangkat haji. Inilah jeratan sistem kapitalisme. Tidak pro-rakyat, tapi “memerasnya”, rakyat dipakai obyek mengumpulkan modal.
Karena mahalnya berhaji dan lama, nampaknya ada dan banyak yg beralih umroh. Ini kompensasi saja, walau tetap sebagai ibadah. Sebab yakin bahwa yg mampu berhaji adalah menjalankan rukun Islam.
Adakah sistem kapitalisasi di bidang lainnya?
* Prof. Gempur Santoso. Dosen UMAHA Sidoarjo